Peluncuran webGIS Mata Papua
Mata Papua| 5 Februari 2018

Peluncuran webGIS Mata Papua

Senin, 5 Februari 2018, Pusaka, Papua Forest Watch dan AEER (Aksi, Ekologi dan Ekonomi Rakyat) melakukan peluncuran webGIS baru Mata Papua.

Inistiatif ini muncul di tengah terbatasnya informasi terkait ijin-ijin konsesi berbagai industri ekstraktif mulai dari perkebunan, tambang hingga eksplorasi migas serta meningkatnya konflik lahan dengan masyarakat asli Papua.

Mata Papua diharapkan menjadi platform tempat berbagi informasi serta meningkatkan visibiltas situasi Papua sesungguhnya terutama bagi masyarakat di luar Papua. Di dalam webGIS ini pemetaan Pappua dibagi berdasarkan kriteria sebagai berikut:
-peta sosial
- peta kawasan hutan
- peta konsesi
- peta demografi
- peta administrative

Franky Samperante dari Yayasan Pusaka menyatakan bahwa sesungguhnya tidak ada tanah kosong di Papua, walaupun dari luar nampak seperti hamparan hutan luas semata tanah-tanah itu sesungguhnya sudah dimiliki oleh marga dan suku-suku di wilayah tersebut sebagai areal tempat tinggal, hutan sagu, ladang perburuan dan sebagainya.

Sementara Charles Tawaru dari Papua Forest Watch menjelaskan bahwa saat ini sudah hampir 65% areal di kedua propinsi baik Papua maupun Papua Barat sudah berada dalam kepungan investasi terutama untuk industri ekstraktif. Dan di tengah kekayaan alam yang berlimpah ini ironisnya, kedua propinsi tersebut masih menduduki peringkat atas untuk jumlah penduduk miskin.

Dalam kesempatan ini Yayasan AEER juga membagikan hasil kajiannya terkait dampak limbah tambang (tailing) dari PT. Freeport yang menyebabkan kerusakan sungai dan lingkungan yang cukup parah di area sekitar tambang. Cemaran limbah tambang ini juga menyebabkan terganggunya sumber penghidupan masyarakat asli Papua yang hidup di sepanjang aliran sungai tersebut.
 
URL to Article
https://farmlandgrab.org/post/27825
Source
Mata Papua http://matapapua.org/