Food estate menjadikan petani Indonesia sebagai buruh di tanahnya sendiri

Serikat Petani Indonesia (SPI)

Photo: SPI

17 December 2009

Memasuki tahun 2010 Indonesia akan mencatat sejarah kelam dalam sektor pertanian tanaman pangan. Departemen Pertanian tengah merancang Peraturan Pemerintah (PP) tentang food estate atau pertanian tanaman pangan berskala luas setelah sebelumnya  hanya dimasukkan dalam Peraturan Presiden No 77/2007 tentang Daftar Bidang Usaha Tertutup dan Terbuka. Dalam hal ini, dapat dikatakan masa pengesahan “perampasan tanah” (land grabbing), ketika pengusaha besar lokal dan asing datang atas mandat pemerintah untuk bersaing dengan petani gurem.

Food Estate merupakan konsep pengembangan produksi pangan yang dilakukan secara terintegrasi mencakup pertanian, perkebunan, bahkan peternakan yang berada di suatu kawasan lahan yang sangat luas. Secara sederhana konsep Food Estate layaknya perkampungan industri pangan.

Demi menarik minat investor (kapitalis) dan menangani masalah ketahanan pangan, maka pemerintah menjadikan Food Estate sebagai jalan keluar mengatasi kekurangan pangan dalam negeri. Program pembangunan tanaman pangan berskala luas tersebut menjadi target utama Menteri Pertanian Suswono dalam program 100 hari kerja bidang pertanian Kabinet Indonesia Bersatu II. Target itu tak lain membuat Peraturan Pemerintah (PP) yang akan jadi payung hukum masuknya swasta dan asing mengelola pertanian tanaman pangan.

Salah satu peraturan yang telah dikeluarkan adalah Instruksi Presiden No. 5/2008 tentang Fokus Program Ekonomi 2008-2009 termasuk di dalamnya mengatur Investasi Pangan Skala Luas (Food Estate). Inpres ini dalam kacamata pemerintah bertujuan untuk menjawab permasalahan pangan nasional dengan memberikan kesempatan kepada pengusaha dan investor untuk mengembangkan “perkebunan” tanaman pangan.

Saat ini setidaknya ada enam swasta nasional yang sudah siap menanamkan modalnya mengembangkan agribisnis di Merauke Integrated Food and Energy Estate (MIFE). Investor tersebut adalah Bangun Tjipta, Medco Grup, Comexindo Internasional, Digul Agro Lestari, Buana Agro Tama, dan Wolo Agro Makmur. Bahkan, investor asal Arab Saudi, dari kelompok usaha Binladen sempat menengok tanah Merauke.

Kita sadari bersama bahwa alasan pemerintah selalu mengenai minimnya modal dan begitu banyaknya alihfungsi lahan. Padahal dasar masalah pertanian di negeri ini bukanlah semata-mata modal. Tetapi, sistem politik ekonomi yang dijalankan di bidang pertanian. Kemungkinan masuknya raksasa pemodal untuk menguasai lahan dan menjadikan negeri miskin sebagai basis sarana produksi pangan pokok rakyatnya ini sudah mendapat kritik keras internasional. Di Indonesia, Serikat Petani Indonesia (SPI) menyesalkan pilihan kebijakan pemerintah mendongkrak produksi dengan food estate. Dengan alasan pemerintah mendorong ekonomi kerakyatan, negeri ini makin terbelenggu kapital asing dan meliberalisasi semuanya yang justru akan mengancam kedaulatan pangan.

“Memang pemerintah melakukan beberapa upaya meningkatkan produksi pangan nasional, khususnya padi. Tapi, sayangnya, pemerintah justru mendorong program food estate. Padahal, permasalahan utama pertanian kita adalah rendahnya kepemilikan lahan pertanian,” ujar Henry Saragih, Ketua Umum SPI.

Pemerintah hanya terfokus kepada kepentingan investor (pemodal) untuk datang ke Indonesia. Pemerintah seharusnya menjadikan negeri ini mandiri dengan berpihak kepada warga atau rakyatnya. Dapat diperkirakan program food estate ini akan menarik minat pemodal asing karena akan diberi banyak kemudahan untuk “memiliki” dan mengelola lahan yang ada di Indonesia. Food estate ini bisa mengarah kepada feodalisme karena peran petani pribumi hanyalah sebagai mitra kerja alias “buruh” bagi pemodal di food estate.

Pemerintah akan diberi keuntungan dengan program food estate yaitu membuka peluang kerja semakin tinggi, pemasukan pajak meningkat, dan ditambah adanya pendapatan non pajak. Namun, kurang berpikir bahwa petani akan tetap menjadi buruh di negerinya sendiri. Daripada diberikan kepada asing hendaknya pemerintah berpikir bagaimana jutaan tanah mati atau tidur tersebut bisa dikelola oleh petani Indonesia.

Who's involved?

Whos Involved?


  • 13 May 2024 - Washington DC
    World Bank Land Conference 2024
  • Languages



    Special content



    Archives


    Latest posts