Jilid 2: Proyek Food Estate Kalimantan Tengah setelah 2 tahun berlalu
Kementerian Pertahanan mengakui jika Proyek Food Estate singkong di Kalimantan Tengah mangkrak karena belum adanya pendanaan untuk melanjutkan program.
Pernyataan Kemenhan tersebut didapatkan melalui keterangan tertulis yang disampaikan kepada BBC News Indonesia saat Pantau Gambut bersama dengan WALHI Kalimantan Tengah dan BBC News Indonesia melakukan studi investigasi lapangan terkait dinamika yang terjadi di lokasi Food Estate Kalimantan Tengah. Pantau Gambut merilis studi lanjutan tersebut dengan judul Jilid 2: Kabar Proyek Food Estate di Kalimantan Tengah Setelah 3 Tahun Berlalu. Beberapa poin penting dari kajian ini adalah:
-
Tenggelamnya eskavator di tanah gambut
Ketika dilakukan pengecekan melalui citra satelit di Desa Mantangai Hulu, lahan hutan seluas ±237 hektare di sekitar titik verifikasi lokasi ekstensifikasi sudah mengalami pembukaan lahan. Di lokasi yang sama, tim juga mendapati adanya alat berat eskavator yang tenggelam ke dalam tanah gambut yang ada di sekitar area ekstensifikasi karena karakteristik tanah gambut yang tidak mampu menopang berat eskavator itu sendiri. -
Gagalnya hasil panen
Panen padi idealnya menghasilkan minimal 4 ton/hektare. Penyataan tersebut kontras dengan klaim Kementerian Pertanian bahwa produktivitas dari kegiatan intensifikasi sawah tidak produktif di Kalimantan Tengah mencapai 3,5 ton gabah kering giling (GKG)/hektare pada tahun 2021[1]. Di Desa Tewai Baru, umbi singkong yang dihasilkan berukuran kecil menyerupai wortel, berwarna kuning seperti kunyit, dan rasanya pahit. Menurut sebuah penelitian, rasa pahit pada singkong mengindikasikan adanya kandungan sianida yang tinggi[2]. -
Penghamburan anggaran pemerintah
Di Desa Henda dan Desa Pilang, bantuan pipa buka-tutup air tidak bisa dimanfaatkan oleh petani lantaran pembuatan pipa tidak diikuti oleh biaya perawatan dan penyuluhan cara penggunaannya, sehingga petani kesulitan menggunakan alat tersebut. Padahal, dana APBN sebesar Rp1,5 triliun dialokasikan untuk pelaksanaan Food Estate sepanjang tahun 2020-2021, dimana Rp497,2 milyar diantaranya digunakan untuk perbaikan irigasi termasuk pengadaan pipa air. -
Deforestasi
Rencana pelaksanaan Food Estate tahap I tahun 2020-2021 di Kalimantan Tengah seluas 31.000 hektar dibagi masing-masing seluas 10.000 hektar di tiga Kabupaten yaitu Pulang Pisau, Kapuas dan Gunung Mas. Hasil pemantauan melalui citra satelit menunjukan adanya deforestasi dimana area seluas 700 hektare di Desa Tewai Baru menjadi area ekstensifikasi terluas.
Ditinjau dari sudut pandang bentang lahan, Desa Tewai Baru merupakan bagian dari lanskap ekoregion dataran fluvial kalimantan dengan jenis tanah aluvium yang bertekstur pasir. Karakteristik jenis tanah ini berpotensi tinggi sebagai pengatur tata air karena teksturnya yang mudah menyerap dan mengelurakan air. Namun, lapisan tanah yang gembur mudah tererosi dan menyebabkan runoff membawa material tanah yang menyebabkan sedimentasi saluran air, mempersempit bahkan menutup saluran air dan menyebabkan banjir di area sekitarnya.
[1] Jawaban Kementerian Pertanian Soal Masalah Proyek Food Estate - koran.tempo.co
[2] Cyanide in Cassava: A Review - gavinpublishers.com
[3] Food Estate, Lumbung Baru di Kalimantan Tengah - Indonesia.go.id
[4] Daya Dukung dan Daya Tampung Ekoregion Kalimantan - menlhk.go.id
Jika Anda membutuhkan panduan maupun konsultasi terkait dengan publikasi ini, dapat menghubungi:
Wahyu A Perdana +6282112395919 Campaigner Pantau Gambut
Yoga Aprillianno +6281390203344 Media Campaigner Pantau Gambut
Laporan lengkap bisa dibaca disini