Ancaman terhadap komunitas yang bergantung pada hutan di Indonesia dan kisah-kisah perlawanannya
Sebuah Kompilasi Berbagai Artikel di Buletin WRM >>> Unduh disini (Available in English here)
Gerakan Hutan Hujan Dunia (WRM) adalah inisiatif internasional untuk mendukung perjuangan Komunitas Yang Bergantung Pada Hutan di tiga benua dengan hutan tropis terbesar: Asia, Afrika dan Amerika Latin.
Komunitas Yang Bergantung Pada Hutan berjuang untuk mempertahankan tanah dan hutan dari penambangan yang merusak, perkebunan kelapa sawit, proyek energi dan infrastruktur, serta melawan kebijakan konservasi dan iklim yang menggusur atau membatasi akses dan pemanfaatan hutan mereka. WRM bertujuan untuk mendukung perjuangan ini dan buletin elektronik menjadi salah satu alat utama untuk melakukannya.
WRM telah belajar bahwa cara terbaik untuk melestarikan hutan adalah dengan memastikan kontrol kuat masyarakat atas hutan tempat mereka bergantung. Kebijakan nasional dan internasional serta mekanisme pendanaan hutan, bagaimanapun, terus memposisikan masyarakat yang bergantung pada hutan sebagai tertuduh atas fenomena deforestasi. Mereka berpendapat bahwa perlindungan hutan dapat terjadi tanpa campur tangan manusia dan hal ini diperlukan untuk menangani kekacauan iklim serta untuk membangun apa yang disebut sebagai ekonomi “hijau” atau “rendah karbon”. Buletin WRM juga bertujuan untuk mengingatkan organisasi akar rumput tentang kebijakan dan mekanisme tersebut serta untuk melihat dampak dan perlawanan masyarakat yang bergantung pada hutan.
Publikasi ini menghimpun artikel-artikel yang telah dipublikasikan di Buletin WRM dan membaginya ke dalam tiga bagian. Bagian pertama memuat artikel lengkap yang tersedia dalam bahasa Indonesia dan dibagi menjadi tiga bagian: Ancaman terhadap Komunitas yang Bergantung pada Hutan; “Ekonomi Hijau” yang Membenarkan Ancaman Baru; dan Kisah-kisah perlawanan.
Bagian tentang Ancaman terhadap Komunitas yang Bergantung pada Hutan memperlihatkan beragam wajah kontrol perusahaan di seluruh pulau. Dimulai dengan sebuah artikel dari tahun 2013 yang masih sangat relevan hingga hari ini, karena menganalisis bagaimana bisnis berbasis lahan terbesar muncul dari era Suharto, termasuk perkebunan kayu. Artikel lain menyoroti pencurian perusahaan atas keanekaragaman pertanian komunitas. Tiga artikel lainnya berfokus pada salah satu dampak perkebunan kelapa sawit yang paling dibungkam: kekerasan terhadap perempuan, khususnya pekerja perempuan di industri ini. Artikel lainnya mendiskusikan peningkatan kontrol atas tanah, air, dan hutan untuk memperluas hutan tanaman industri dan pertambangan, sektor-sektor utama model ekonomi Indonesia.
Bagian “Ekonomi Hijau”, yang membenarkan ancaman baru, berfokus pada bagaimana Pemerintah Indonesia telah menamakan modal dalam skema merusak di bawah bendera ‘Ekonomi Hijau’ atau ‘Rendah Karbon’, yang dampaknya sangat berbahaya bagi komunitas sekitar hutan dan konservasi hutan itu sendiri. Skema tersebut adalah alibi pemerintah untuk terus mendorong pengrusakan hutan dan ancaman terhadap masyarakat yang bergantung pada hutan, sembari terus memfasilitasi perusahaan dalam memperkuat bisnisnya. Isu-isu yang disoroti di bagian ini mencakup : Konsesi Restorasi Ekosistem ; Relavansi REDD di Indonesia ; dan Target ‘Karbon Netral’nya. Semua hal yang disebutkan merupakan ancaman besar lainnya yang mengincar tanah, hutan dan bentang alam Indonesia, dikarenakan meningkatnya permintaan untuk Kawasan konservasi hutan di satu sisi, dan peningkatan ekstraksi mineral dan logam untuk operasi ‘Ekonomi Hijau’ di sisi lainnya. Pada bagian ini juga kita akan temukan, surat terbuka kepada Dewan Dana Iklim Hijau (GCF) untuk mendesak anggotanya agar menolak proposal pemerintah Indonesia tentang “Pembayaran Berbasis Hasil” bagi deforestasi, yang seharusnya dikurangi sejak beberapa tahun lalu. Sebab, hal ini sama saja artinya dengan mengganjar pemerintah Indonesia dengan penghargaan untuk tiap aktivitas penggundulan hutan secara besar-besaran.
Rubrik Kisah Perlawanan diawali dengan cerita mengenai masyarakat adat Delang di Kalimantan Tengah yang menentang investasi destruktif dengan cara mempertahankan cara bercocok tanamnya sendiri, termasuk pengendalian api, meski terdapat larangan pembakaran hutan. Artikel lain menjelaskan mengapa masyarakat di Sumatera menolak pembangunan jalan untuk pengangkutan batu bara yang mengancam masa depan Hutan Harapan, yang selama bertahun-tahun bertentangan dengan Konsesi Konservasi Ekosistem. Artikel terakhir dan terbaru memberikan ruang kepada aktivis akar rumput di garis depan perlawanan di Papua, Maluku Utara, Sulawesi Tenggara, Kalimantan Timur dan Sumatera Barat setelah Omnibus Law disahkan. Terlepas dari kekhawatiran orang-orang, kisah-kisah ini menunjukkan bagaimana masyarakat terus menolak perusakan hutan dan tanah mereka.
Bagian kedua dari publikasi ini memuat tautan ke empat edisi buletin yang juga tersedia dalam bahasa Indonesia, dengan artikel dari berbagai negara, termasuk Indonesia. buletin ini difokuskan pada (1) wilayah Asia Tenggara; (2) perkebunan kelapa sawit dan kekerasan terhadap perempuan; (3) refleksi seputar “Kebakaran” dan Hutan; dan (4) Suara akar rumput tentang strategi perlawanan. Bagian ketiga dan terakhir dari publikasi ini mengarahkan pada tautan ke artikel dan informasi lainnya yang terkait dengan Indonesia yang hanya tersedia dalam bahasa Inggris.
Maret 2021
Tim Sekretariat WRM
Jika Anda ingin berlangganan bulletin elektronik WRM (Dalam Bahasa Inggris dan Kadang Tersedia dalam Bahasa Indonesia), silahkan tinggalkan Email Anda pada tautan berikut ini.
Jika Anda ingin memberikan saran dan masukan, silahkan kirim ke [email protected]
>>> Unduh disini
>>> Available in English here